Chris tidak berani menghadapi pengganggu sampai dia bertemu Daniel yang menghadapi kematian karena melakukan hal yang benar.
0 Comments
Saya pernah mendengar kisah nyata tentang seorang wanita yang terjebak di dalam gedung yang terbakar, di lantai 80. Wanita ini takut akan ketinggian dan ruangan yang tertutup, dan ketika alarm kebakaran berbunyi, ia menolak untuk mengikuti teman-temannya menuju ke tangga untuk mengungsi ke tempat yang aman.
Petugas pemadam kebakaran memeriksa gedung dan menemukan wanita tersebut bersembunyi di bawah meja, menantikan ajalnya. Dia berteriak-teriak “Aku takut, aku takut!” ketika didesak untuk berjalan menuju ke tangga hingga salah seorang petugas mengatakan, “Tidak apa-apa, berjalan saja meskipun takut.” Ia mengulanginya sepanjang jalan hingga tiba ke lantai dasar, hingga wanita itu sudah aman. Kita semua menghadapi momen-momen seperti ini—ketika kita tahu apa yang harus dilakukan, tetapi rasa takut menahan kita. Dalam upaya untuk menonjol, Anda harus mengembangkan kebiasaan untuk bertindak meskipun merasa takut. Bukan masalah merasa takut—tetaplah melakukannya meskipun takut. Bukan masalah merasa tidak yakin—tetaplah melakukannya meskpun tidak yakin. Yang penting lakukanlah sesuatu. Tantangan yang baru bisa jadi canggung, bahkan pada mulanya menakutkan. Tetapi jika kita dengan sengaja menampatkan diri pada posisi itu dan melakukan persisnya apa yang membuat kita merasa takut, ini akan menjadi lebih mudah dan kita akan menjadi lebih mahir. Pada akhirnya kita tidak akan merasa takut lagi. Itu namanya menaklukkan ketakutan kita! Story courtesy of Activated magazine. Used by permission. Image by Vexels.com
Vanessa melambaikan tangan ketika pintu mulai menutup, dan saya mengawasi kereta berlalu dengan membawa pergi persahabatan selama enam tahun. Kami bertemu di SMP, dan ketertarikan kami akan hal yang sama untuk menulis cerita dan selera yang sama tentang novel memulai persahabatan tak terpisahkan yang berlangsung sepanjang masa pasang surut ketika kami masih remaja. Vanessa memperoleh beasiswa dan pergi ke luar negeri untuk meraih gelar, meninggalkan saya yang mencoba memikirkan bagaimana cara untuk maju terus meski kepergiannya terasa seperti karpet tempat saya berpijak ditarik. Tentu saja, sejak dulu saya tahu bahwa pada suatu hari nanti kita akan meninggalkan rumah dan mengambil jalan yang berbeda, tetapi sekarang ketika itu benar-benar terjadi, saya benar-benar murung.
Selama beberapa minggu pertama setelah kepergian Vanessa, ketidakhadirannya membuat saya sadar betapa saya sangat bergantung padanya. Alih-alih menghabiskan waktu dengan banyak teman yang berbeda, saya tetap tinggal di zona nyaman bersama Vanessa dan beberapa teman kami yang sama. Lebih mudah untuk mengambil pandangan seseorang yang begitu menyenangkan dan cerdas seperti Vanessa daripada memberikan pandangan saya sendiri tentang segala sesuatu. Misalnya, saya selalu mengikuti pendapat Vanessa tentang buku mana yang harus dibaca atau film apa yang harus ditonton. Sementara bersikap setia bukanlah sesuatu yang buruk, saya sadar bahwa saya enggan mengambil risiko pribadi untuk membuat keputusan sendiri dan mengukir jalan saya sendiri. Meskipun saya mengagumi keberanian Vanessa untuk meninggalkan lingkungannya yang akrab dan mengejar mimpinya, saya juga takut membayangkan akan mengalami turbulensi emosional yang datang ketika mencapai usia dewasa tanpa jaminan validasi dan dukungan emosional teman baik saya. Saya dan Vanessa tetap berhubungan pada tahun pertama, tetapi tentu saja berpisah seiring dengan berjalannya waktu. Pada saat itu, pupusnya harapan untuk mempertahankan persahabatan kami membuat patah hati. Namun demikian mengingat ke masa itu, jelas kepergian Vanessa dari hidup saya memberi dorongan pada pertumbuhan pribadi saya. Saya terpaksa bertemu dengan teman-teman baru, membuat kesalahan, kemudian menarik diri untuk menjadi mandiri lagi. Tidak bisa meminta nasihat dari Vanessa lagi tentang segala sesuatu membuat saya menyelidiki hati saya sendiri lebih sering lagi dan merenungkan urusan sendiri. Meskipun pada saat itu saya merasa kesepian dan diabaikan, sekarang saya mengerti apa yang ditulis oleh Faraaz Kazi tentang persahabatan: “Ada orang yang akan pergi, tetapi itu bukan kesudahan dari kisah Anda. Itu adalah kesudahan dari bagian mereka dalam kisah Anda.” Citra (diadaptasi) milik Freepik. Cerita dari majalah Berkobar; digunakan dengan izin. Kecil buku untuk anak anak: Menghadapi ketakutan - A Little Children's Book about Facing Fears4/29/2017
Cerita Alkitab untuk anak-anak.
|
Categories
All
Archives
February 2024
|