Bayangkanlah seorang pengelana, duduk diam-diam di perahu yang melaju di sungai yang berkelok-kelok melalui lembah hijau. Pohon dan semak belukar, ada yang berbunga, memenuhi tepian sungai. Puncak gunung yang anggun berselimutkan salju di kejauhan. Namun pengelana ini tidak menyadari keindahan yang ada di sekitarnya; sebab ia terlalu sibuk mempelajari buku panduannya, mempelajari sejarah dari daerah di mana ia berada dan ke mana sungai itu akan membawanya.
“Lihatlah! Anda tidak melihat kecantikan alam!” Kami berseru kepadanya, tetapi tidak berhasil. Dia terus saja membaca, dengan kepala yang tertunduk dan pikirannya menerawang ke mana-mana. Ada masanya kita harus mempelajari buku panduan, namun ada pula waktu di mana kita harus mengingat masa lalu atau masa depan, tetapi ada pula waktu di mana kita harus berhenti dan menikmati momen-momen itu.
Minggu depan, ambillah waktu lima atau sepuluh menit setiap hari untuk mengamat-amati dunia di sekitar Anda. Tempatkan perhatian pada awan putih yang bagaikan kapas itu seraya awan-awan itu melayang-layang menyeberangi langit biru. Pelajarilah rancangan yang rumit dari kelopak bunga, atau guratan pada batang pohon, atau pola sekawanan burung yang terbang. Carilah sesuatu yang berbeda setiap hari, dan ucapkanlah syukur kepada Tuhan atas kreativitas-Nya.
Dalam sebuah perumpamaan yang terkenal, badai menghantam sebuah kota kecil, yang dengan cepat dilanda banjir. Saat air naik, seorang pengkhotbah berlutut dalam doa di teras gereja, dikelilingi oleh air. Segera, salah seorang umat parokinya mendayung perahu.
“Naik, pastor. Air cepat sekali naik.” “Jangan kuatir,” kata pastor. “Tuhan akan menyelamatkan saya.” Air terus naik, dan pastor berlindung di balkon ketika sebuah perahu motor mendekat. “Ayo naik, pastor. Sudah ada perintah untuk evakuasi.” Sekali lagi, pastor bergeming. “Tuhan akan menyelamatkan saya.” Tanggul kota jebol, dan banjir melanda gereja sampai tinggal atapnya saja yang tersisa di atas air. Di situlah pendeta berada ketika sebuah helikopter turun menghampiri. “Pegang tangganya, pastor!” pilot berseru. Sekali lagi, pastor menolak, bersikeras bahwa dia beriman kepada Tuhan. Helikopter pergi, pastor tenggelam. Di gerbang surga, pastor bertemu dengan Tuhan. “Aku tidak mengerti. Mengapa Engkau tidak melepaskan aku dari banjir itu?” “Apa maksudmu?” Tuhan bertanya. “Aku mengirimkan dua perahu dan sebuah helikopter!” Terkadang kita bisa seperti pastor itu. Ketika sedang melalui masa-masa sulit, dan adanya persoalan serta pertanyaan yang menumpuk di sekitar kita, kelihatannya seolah-olah Tuhan menutup telinga terhadap doa-doa kita yang meminta pertolongan, padahal mungkin fokus kita adalah bagaimana kita berpikir Tuhan harus menolong kita. Jangan lupa bahwa pertolongan, jawaban, dan solusi yang kita inginkan dan minta mungkin tidak selalu sesuai dengan ekspektansi kita. Seperti yang dikatakan Martin Luther, “Semua orang yang berseru kepada Tuhan dengan iman yang benar, dengan sungguh-sungguh dari hati, pasti akan didengar, dan akan menerima apa yang mereka minta dan inginkan, meskipun tidak pada waktunya atau dalam takarannya, atau apa yang benar-benar mereka inginkan; namun mereka akan memperoleh sesuatu yang lebih besar dan lebih mulia daripada yang berani mereka minta.”
Sekelompok peselancar putri berkumpul di air tidak jauh dari pantai mendengarkan instruksi menit-menit terakhir dari instruktur mereka. Air pasangnya tinggi dan agak liar, tetapi gadis-gadis itu dengan berani masuk ke air dengan papan selancar mereka.
Instruktur tidak memiliki papan tetapi dua spons yang mendukung sehingga membuatnya tetap terapung. Dia tetap berada di air untuk memposisikan gadis-gadis itu dan membantu mereka menangkap ombak. Selagi memperhatikan mereka, ada beberapa gadis yang berulang kali mencoba dan berulang kali pula terlempar dari papan mereka. Namun mereka tetap bertahan. Yang lain tampaknya puas duduk di papan mereka dan menonton dari tepian. Akhirnya, seorang gadis berhasil menaiki papannya dan berselancar ke arah kolam alami di dekat tempat saya berada. Dia telah jatuh berkali-kali sebelumnya, tetapi pada akhirnya, dia berhasil. Saya bertepuk tangan dengan antusias dan senyum lebar merekah di wajahnya. Dia telah melakukannya. Dia bertahan dan berhasil. Untuk bisa berhasil, Anda harus gagal sesekali. Kuncinya adalah gagal ke depan, bukan ke belakang. Gagal ke depan berarti meskipun kita gagal, kita tahu kita lebih dekat dengan keberhasilan karenanya. Kita telah belajar sesuatu yang penting dari kegagalan yang akan membantu kita dalam upaya berikutnya. Setiap orang yang berhasil pernah gagal pada suatu saat dalam prosesnya, tetapi mereka tidak membiarkan kegagalan menjatuhkan mereka. Gadis yang berselancar di pantai telah mempermalukan dirinya sendiri dalam upaya menguasai papan selancar. Tetapi dia tahu kegagalan itu adalah harga dari keberhasilan. Dia mengalami kegagalan dalam perspektif yang tepat. Setiap kali dia jatuh dari papan selancar, dia tahu dia semakin dekat dengan kemenangan, semakin dekat untuk mempelajari trik menjaga keseimbangan, semakin dekat untuk menguasai papan selancar dan meningkat sebagai peselancar. Dia gagal ke depan. Sayangnya, gadis-gadis yang lain yang tetap nyaman di papan mereka tidak membuat kemajuan. Mereka tidak pernah mempermalukan diri mereka sendiri, atau menelan air saat mereka jatuh ke ombak, tetapi mereka juga tidak pernah merasakan nikmatnya keberhasilan. Mereka tidak pernah merasakan sensasi menaiki papan selancar dan ombak untuk berlomba dengan gembira menuju pantai. Jadi, ambillah papan Anda dan coba lagi! Airnya sangat bagus, dan Anda akan pulang dengan perasaan puas dan tidur nyenyak, meskipun Anda mungkin merasa pegal dan sakit-sakit karena jatuh berulang kali. Dan besok Anda mungkin akan menunggangi papan dan mengarungi gelombang serta melaju lebih jauh dari yang pernah Anda bayangkan. Ingatlah, Instruktur kita telah mengatakan bahwa Dia dapat melakukan jauh lebih banyak dari apa yang kita doakan atau pikirkan.(Efesus 3:20) Tetapi kita harus naik ke atas papan itu, bahkan jika kita gagal dan gagal lagi! Pada akhirnya, kita akan gagal ke depan dan berhasil! Gagal ke Belakang: Menyalahkan orang lain. Mengulangi kesalahan yang sama. Berekspektansi untuk tidak pernah gagal. Berekspektansi untuk gagal terus menerus. Menerima tradisi dengan membabi buta. Terbatas oleh kesalahan di masa lalu. Berpikir “Aku gagal.” Menyerah. Gagal ke Depan: Mengambil tanggung jawab. Belajar dari setiap kesalahan. Menyadari bahwa kegagalan adalah bagian dari proses. Mempertahankan sikap positif. Menantang asumsi usang. Mengambil risiko baru. … Bertekun.
Adapted from My Wonder Studio.
Pelajaran Alkitab untuk anak-anak yang lebih besar.
Target: Mengenal Alkitab!
|
Categories
All
Archives
April 2024
|