Perjalanan melalui kisah para nabi dalam Kitab Suci mengundang kita untuk bertemu dengan Sang Raja Semesta dan memahami rencana-Nya untuk menolong umat manusia yang memberontak dari kerajaan kegelapan dan mengubah mereka untuk hidup dengan Dia selamanya dalam kerajaan terang-Nya. Dengan narasi yang bernas dan penggabungan yang indah antara video animasi dan live, film ini dapat ditonton oleh semua orang dalam segala umur.
0 Comments
Berilustrasi buku devosional untuk mengajarkan anak-anak berusia 4 tahun ke atas tentang nilai-nilai moral. "Amsal untuk anak-anak" akan memenangkan hati anak-anak dan juga orang tua.
Klik di sini untuk mengunduh ebook gratis (epub / mobi) Oleh Elsa Sichrovsky Pada suatu hari ketika saya berusia sembilan tahun, saya dan kakak lelaki saya pergi berenang. Saya belum belajar berenang dengan benar dan hanya bisa berenang seperti anjing kecil dan mengapung. Sedangkan kakak lelaki saya adalah perenang yang luar biasa, itulah sebabnya orang tua kami menyuruh dia untuk mengawasi saya. Pagi itu kami berdebat tentang sesuatu yang saya bahkan tidak ingat lagi, jadi saya jengkel ketika orang tua saya bersikeras agar kakak menemani. Saya bertekad untuk melakukan apa yang saya kehendaki sendiri dan bersikeras berenang sendiri. Saya mulai berenang dari ujung kolam renang yang dangkal, dan mengapung sambil berbaring beberapa saat lamanya hingga tiba-tiba tersadar bahwa mungkin saya sudah hampir tiba di ujung kolam, dan kuatir kepala saya menabrak dinding kolam renang. Berpikir bahwa saya hanya beberapa sentimeter dari tepian, saya membalikkan tubuh. Sebenarnya saya baru mencapai sekitar tiga perempat dari panjang kolam renang, tetapi saya sudah tidak bisa menjejakkan kaki di dasar kolam. Saya panik dan mulai meronta-ronta, yang mana hanya membuat air masuk ke dalam hidung dan mulut lebih banyak lagi. Tersedak dan berjuang mati-matian, saya merasa ada sepasang lengan di pinggang yang mengangkat saya ke atas permukaan air dan membawa saya ke tepi kolam renang. “Kamu baik-baik saja?” tanya kakak. Saya menggumam sambil memuntahkan air kolam, merasa malu dan berekspektansi kakak akan memarahi saya. Sebaliknya, dia menunggu tanpa mengucapkan sepatah kata pun sampai saya tenang dan kemudian membawa saya pulang. Kalau diingat-ingat, saya dan kakak tidak terlalu dekat. Kami berselisih tentang masalah-masalah terkecil, seperti siapa yang mendapat potongan roti yang lebih tebal untuk sarapan. Tetapi dengan kakak menyelamatkan saya di kolam memperlihatkan kekuatan ikatan persaudaraan kami. Terlepas dari semua perbedaan, ketika saya sangat membutuhkannya, kakak saya ada di situ. Kasih sayang kakak juga berfungsi sebagai ilustrasi tentang bagaimana Yesus, Kakak spiritual saya, adalah pertolongan yang senantiasa ada pada saat-saat sulit. Bahkan ketika dalam ketinggian hati dan keras kepala saya berpaling dari-Nya, dan berdebat tentang cara-Nya bekerja dalam hidup saya, Dia tidak membiarkan tuntutan ketinggian hati saya yang ingin bebas merdeka menghentikan-Nya untuk merangkul saya ketika berada dalam bahaya dan stres. Meskipun perasaan kita naik dan turun, kasih sayang Tuhan untuk kita tidak demikian.—C.S. Lewis (1898–1963) Story courtesy of Activated magazine. Used by permission. Image of children designed by brgfx/Freepik; background image in public domain.
“Ayah! Ayah!” James berseru-seru. “Ada api di padang rumput belakang rumah, dan angin meniupnya ke arah kandang ayam dan lumbung!”
“Ya, ayah juga melihatnya!” jawab ayahnya sambil berlari menuju ke kolam membawa beberapa ember kosong. “Ayah akan memanggil tetangga untuk membantu. Kita akan memadamkannya sebelum merambat ke mana-mana.” Api semakin besar dan mendekati pagar yang mengelilingi tanah milik keluarga James. Angin meniup percikan api ke arah rumah mereka.
Di luar kandang ayam, sekelompok anak ayam berkumpul mengelilingi induknya.
“Ibu aku takut!” seru salah seekor anak ayam. “Makin panas di sini dan asap membuat mataku perih,” kata seekor anak ayam yang lain. Induk ayam tahu dia tidak boleh memperlihatkan ketakutannya, tetapi api semakin dekat. Dia tidak melihat ada jalan keluar sehingga keluarganya bisa selamat. “Mendekatlah anak-anakku,” perintahnya, “dan jangan takut. Duduklah di bawah naungan sayap ibumu dan ibu akan melindungi kalian semua dari api yang panas.” “Terima kasih Ibu,” salah seekor anak ayam menjawab. “Kami merasa sangat aman di bawah sayap Ibu.” *** “Nah selesai!” ayah James akhirnya berkata sambil mengusap dahinya dengan handuk basah. “Kita sudah memadamkan apinya. Syukur kepada Tuhan!” “Itu apa ya…,” kata James sambil berjalan menuju ke onggokkan berasap tak jauh dari tempatnya tadi berdiri. Dibalikannya onggokkan itu dengan kakinya. “Astaga!” seru James ketika enam ekor anak ayam berlari-lari keluar dari onggokkan yang berasap itu. “Induk ayam milik kita! Dia memberikan nyawanya agar anak-anaknya selamat!” Airmata James berlinang sewaktu dia menatap bangkai induk ayam itu.
“Ya,” kata ayahnya. “Dia memberikan nyawanya untuk menyelamatkan anak-anaknya, persis seperti Yesus memberikan hidup-Nya untuk menyelamatkan kita. Dia menderita kematian yang kejam di atas kayu salib sehingga kita bisa diselamatkan.” Ayah merangkul pundak James. “Dan sekarang barangsiapa mau meminta Yesus untuk masuk ke dalam hidupnya akan diselamatkan. Yesus mati untuk menebus dosa-dosa kita, sehingga kita tidak harus melakukannya.”
“Tuhan Yesus,” James berdoa, “terima kasih Engkau telah memperlihatkan betapa besar kasih-Mu untuk kami melalui teladan dari induk ayam ini, yang telah menyerahkan nyawanya untuk anak-anaknya, persis seperti yang Engkau lakukan bertahun-tahun yang lalu. Terima kasih Yesus Engkau begitu mengasihi kami.” "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:13). Courtesy of My Wonder Studio. |
Categories
All
Archives
April 2024
|