Oleh Elsa Sichrovsky
Sebagai mahasiswa baru di perguruan tinggi, salah satu hal yang paling tidak saya sukai diharuskan, Pendidikan Jasmani tanpa kredit. Di universitas saya, mahasiswa sarjana diharuskan untuk mengambil Pendidikan Jasmani (PJ) empat semester berturut-turut. Saya benci akan perasaan kita bekerja untuk sesuatu yang sia-sia. Ditambah lagi, PJ benar-benar berada di luar kemampuan saya. Pelajaran saya yang pertama adalah kelas bulutangkis dasar. Guru saya tersenyum pada pukulan saya yang pertama, dan rasanya senyuman itu lebih merupakan gurauan bukannya kekaguman. Saya lebih suka menghabiskan waktu membaca buku atau menulis laporan, sebalik daripada berkeringat dalam upaya menguasai manuver dasar yang dikuasai oleh mahasiswa-mahasiswa yang lain. Tahun itu, saya berkeluh kesah tentang penderitaan saya itu kepada seorang teman yang tidak pernah memiliki kesempatan untuk kuliah. Ketika mendengar keluhan saya, dia berkata, "Mengapa kamu mengeluh? Banyak orang harus membayar mahal untuk belajar bulutangkis dengan pelatih profesional! Dan kamu dapat melakukannya setiap minggu sebagai bagian dari studi? Saya iri!" Saya memandang wajahnya terperangah, terlalu terkejut untuk menanggapi. Bagi teman saya itu, PJ, yang merupakan kejengkelan dari kehidupan di kampus saya, adalah anugerah istimewa yang untuknya dia merasa iri hati! Saya sadar saya bisa terus menerus merengek layaknya anak kecil selama dua tahun mengikuti PJ, atau saya bisa beranjak dari kursi empuk di perpustakaan dan membentuk otot. Sebalik daripada menempatkan fokus pada fakta saya tidak akan memperoleh kredit untuk pelajaran tersebut, saya bisa menempatkan fokus pada fakta bahwa PJ memberi peluang bagi saya untuk belajar olah raga dari seorang profesional. Tanggapan teman itu mendorong saya untuk memeriksa tanggapan saya terhadap aspek kehidupan kampus yang tidak menarik—menu di kantin, sistim evaluasi dosen, ujian di pagi hari—dan saya mendapati, yang membuat saya merasa malu, bahwa keluhan saya berasal dari kurangnya rasa percaya pada kasih Tuhan akan diri saya dan hikmat-Nya yang sempurna. Pada akhir semester, saya bukan saja sudah belajar keterampilan bermain bulu tangkis dengan lebih baik, tetapi saya juga sudah memperbaiki koordinasi mata-tangan dan ketahanan fisik secara umum. Yang terpenting, saya menjadi lebih sadar ketika terjebak dengan “kemasan” yang tidak menarik dan kehilangan pemberiannya. Seperti penyair Jerman Johann Wolfgang von Goethe mengatakan, "Bukannya melakukan yang kita sukai, tetapi menyukai yang harus kita lakukan, menjadikan hidup diberkati." Image of young woman by www.vectorcharacters.net. Background designed by Freepik. Text courtesy of Activated magazine; used by permission.
tetap di situ hingga mengundurkan diri, berjalan dengan rute sejauh 33 km setiap hari selama lebih dari 10.000 kali. Pada suatu hari, ketika berusia 43, ia tersandung pada sebuah batu yang mempunyai bentuk unik. Dalam kata-katanya: “Saya berjalan cepat ketika kaki saya tersandung sesuatu sehingga hampir jatuh beberapa meter jauhnya. Saya ingin tahu apa penyebabnya. Dalam mimpi saya membangun istana, sebuah kastil atau goa, saya tidak bisa mengekspresikannya dengan baik... Saya tidak pernah menceritakannya kepada siapa pun karena takut diolok-olok dan saya sendiri merasa bodoh. Kemudian lima belas tahun kemudian, ketika saya hampir lupa dengan mimpi saya itu, ketika saya sama sekali tidak memikirkannya, kaki saya mengingatkan tentang mimpi itu. Kaki saya tersandung pada batu yang hampir membuat saya terjatuh. Saya ingin tahu apa itu... Itu adalah sebuah batu yang mempunyai bentuk aneh sehingga saya menempatkannya di saku untuk mengaguminya di waktu senggang. Keesokan harinya, saya kembali ke tempat yang sama. Saya menemukan lebih banyak lagi batu, bahkan lebih indah, saya mengumpulkannya pada saat itu juga dan merasa sangat gembira.”
Pada tahun 1896, Ferdinand mengundurkan diri dan dapat mengabdikan diri sepenuhnya untuk mengerjakan apa yang menjadi hasratnya. Pada tahun 1912, setelah bekerja selama 33 tahun, dan pada usia 77, ia merampungkan istananya. Tetapi Ferdinand masih belum selesai. Ia mulai mengerjakan sebuah makam yang rumit, yang memakan waktu selama delapan tahun dan selesai ketika dia berusia 86. Jika Anda merasa hidup Anda menjemukan ketika Anda menjalankan hidup bermil-mil jauhnya dalam keseharian Anda, ingatlah visi si tukang pos akan Palais idéal dan pekerjaan yang telaten namun sederhana yang dilakukannya membangun impian batu-batu kecil, batu demi batu. Anda tidak pernah tahu hasil luar biasa seperti apa yang kemungkinan timbul sebagai akibat dari tersandung pada sebuah batu yang aneh di tengah jalan. Jika Anda memakai batu sandungan itu menjadi batu loncatan, Anda mungkin saja menciptakan sesuatu yang menakjubkan. Text courtesy of Activated magazine. Used by permission.
Image Credits: Image 1: Adapted from Wikimedia Commons Image 2: Stones by 0melapics via Freepik; background by Microsoft clipart Image 3: © Benoît Prieur / Wikimedia Commons
Sebuah alegori yang menarik untuk anak-anak.
Oleh Scott McGregor Jack duduk di gerbong kereta yang dingin dan menarik topinya menutupi telinganya. Bersama penumpang lainnya dia terdampar di sana selama beberapa jam. Lokomotif dan gerbong pertama dari kereta ekspres malam yang ditumpanginya itu tergelincir ke luar rel di tengah jalan jauh di pedalaman. Mereka hanya bisa menunggu bantuan. Kejadiannya di tengah-tengah musim dingin dan di kegelapan malam. Tidak ada mesin, tidak ada penghangat, dan tidak ada cahaya lampu kecuali dari lampu senter kondektur dan beberapa penumpang. Jack tahu betul bahwa ketika petugas sadar kereta ekspres tidak sesuai dengan jadwal barulah mereka mulai waspada dan itu akan memakan waktu. Semacam tim SAR akan dibentuk dengan peringatan yang tegas dan keras. Kemungkinan lain, sebuah kereta bisa diberangkatkan di atas rel tunggal itu dari arah yang berlawanan. Tindakan ini harus dilakukan dengan sangat berhati-hati karena kemungkinannya kereta itu akan “bertatap muka” dengan kereta ekspres dari arah yang berlawanan. Jack yang mempunyai pengetahuan luas tentang kereta api tahu betul bahwa sistim sinyal di jalur ini sudah kuno. Menurut kesimpulannya pencarian tidak akan dimulai sebelum fajar menyingsing. Kereta berhenti dengan tiba-tiba. Lokomotif uap dan gerbong yang paling depan terlempar ke luar rel dan terperosok ke dalam tanggul kerikil. Kedua gerbong itu tetap berdiri, dan secara ajaib tidak ada orang yang tewas, meski pun masinis dan petugas kebakaran menderita luka di kepala yang cukup parah. Mereka digotong masuk ke dalam salah satu gerbong penumpang untuk melalui malam yang dingin membeku bersama dengan penumpang lainnya, yang beberapa di antaranya juga menderita luka. Perasaan frustrasi dan takut melanda menyadari bahwa kemungkinan untuk mendapatkan pertolongan sebelum fajar tiba sangat kecil. Kemudian dari gerbong di mana Jack berada, ada yang mulai bernyanyi. Tidak lama kemudian setiap orang di kereta ikut bernyanyi. Ketika lagu itu selesai, ada lagi yang mulai menyanyikan lagu baru. “Kami bernyanyi sepanjang malam,” Jack mengingatnya kembali. “Tidak peduli lagu apa. Ada lagu pop, lagu opera, lagu pujian, bahkan lagu-lagu Natal. Selama kami terus bernyanyi, semangat kami tetap berkobar. Penumpang dari gerbong yang lain mulai berdatangan dan kami semua, sebisa mungkin, berdesak-desakan menjadi satu agar tetap hangat. Kebanyakn tidak saling kenal namun kami semua menjadi teman seperjuangan di tengah bencana, saling membesarkan semangat. Kelompok ini terdiri dari orang yang beraneka macam, mulai dari calon perwira angkatan perang yang pulang ke markas setelah berlibur, keluarga muda, orang tua, bahkan orang-orang yang dalam kondisi biasa saya jelas tidak mau berada dekat dengan mereka pada malam hari. Tapi entah bagaimana kesenjangan sosial itu semuanya menghilang. Sebelumnya saya mendengar seseorang yang bertubuh sangat besar—yang belakangan kuketahui bernama Clifford—mengeluarkan sumpah serapah berkepanjangan sewaktu kecelakaan terjadi, sehingga seperti sumpah serapah yang pernah saya dengar di sepanjang hidup saya dijadikan satu. Tetapi dia-lah yang membopong masinis itu, membawanya masuk ke gerbong, dan menjagai dia seperti penghubung antara malaikat dan perawat di sepanjang sisa malam itu. Jika saya pernah menemukan seseorang dalam hidup ini yang menggambarkan sebongkah berlian kasar maka dialah orangnya. Harus saya akui bahwa di dalam di dalam kasus orang ini dan kemungkinan juga pada banyak kasus lainnya saya memang salah menilai bagaikan menilai buku dari sampulnya. Malam itu adalah saat yang paling luar biasa di dalam hidup saya. Dalam waktu singkat saya menjalin pertemanan yang erat dengan banyak orang di situ. Keesokan harinya saya bahkan menyayangkan ketika regu penyelamat tiba. Di malam yang menyedihkan itu, terdampar di suatu tempat entah di mana, Jack dan para penumpang lainnya menjalin persahabatan seumur hidup. Clifford menjadi pengurus di sebuah rumah sakit kemudian bergabung dengan Brigade Ambulans Saint John. Nampaknya sewaktu kecelakaan itu dia baru saja bebas dari penjara dan sedang dalam perjalanan menjumpai kroni-kroninya. “Kecelakaan itu menghentikan hidup saya dari kehancuran,” dia berkata kepada Jack beberapa tahun kemudian. Jack memperoleh hikmah yang sangat berharga malam itu. Kadang-kadang pengalaman terburuk bisa menjadi yang terbaik dan bisa menjalin suatu persahabatan yang tererat. Text adapted from Activated magazine. Used by permission. Images © Activated/TFI.
|
Categories
All
Archives
April 2024
|